KITA selalu mengasosiasikan menguap dengan kebosanan atau mengantuk. Menurut penelitian baru, menguap baik untuk kesehatan Anda, yakni menghangatkan otak.
Para ilmuwan Princeton University menemukan bahwa menguap bisa mengatur suhu otak dan mencegahnya terlalu “panas”. Selama musim dingin di Tucson, Arizona, Profesor Andrew Gallup dan timnya meminta secara acak 80 pejalan kaki untuk melihat gambar orang menguap, kemudian mencatat apakah mereka juga menguap sebagai responnya. Mereka kemudian melakukan percobaan yang sama di musim panas.
Para peneliti menemukan bahwa setengah dari peserta menguap di musim dingin, sedangkan hanya seperempat yang menguap di musim panas. Dari penelitian ini, mereka mengatakan bahwa menguap mampu mendinginkan otak, yang pada awalnya dianggap reaksi intuitif. Tentunya, kita ingin mendinginkan otak dengan menguap lebih sering selama musim panas.
Lebih lanjut teori ini menyatakan, menguap mampu mendinginkan otak melalui pertukaran udara panas menjadi dingin yang tarik-menarik selama prosesnya. Karena itu, sistem ini tidak akan bekerja pada musim panas di mana suhu tubuh cukup tinggi.
"Menguap bisa kontraproduktif pada suhu udara yang melebihi suhu tubuh karena menarik napas di udara panas tidak akan memungkinkan terjadinya pendinginan. Harus ada 'jendela termal' atau suhu yang relatif rendah untuk Anda bisa menguap,” jelas Prof Andrew, seperti disitat Dailymail, Jumat (23/9/2011).
Dia menambahkan, hasil penelitian konsisten terhadap teori, bahkan ketika turut diperhitungkan dengan kelembapan udara, yakni ketika seseorang berada di luar ruangan dan tidur malam.
"Hampir 40 persen peserta (baik pada musim panas maupun musim dingin) menguap pada lima menit pertama berada di luar ruangan, tapi persentase yang menguap pada musim panas menurun dengan cepat, menjadi kurang dari 10 persen. Efeknya terbalik ketika musim dingin," tambah Prof Gallup tentang penelitian diterbitkan jurnal Frontiers in Evolutionary Neuroscience ini.
Ia menegaskan, penelitian ini merupakan laporan awal untuk menunjukkan bahwa frekuensi menguap bervariasi dari musim ke musim. Penelitian bisa membantu menjelaskan mengapa manusia cenderung menjadi bingung dan sulit konsentrasi dalam cuaca panas yang ekstrim. Penyebabnya, otak memiliki cara terbatas untuk dingin dengan sendirinya.
Para ilmuwan mengatakan, penelitian tersebut menambah pengetahuan dasar fisiologis dan memberikan pemahaman yang lebih baik pada banyak kondisi, salah satunya epilepsi, di mana menguap menjadi gejala umumnya.
Para ilmuwan Princeton University menemukan bahwa menguap bisa mengatur suhu otak dan mencegahnya terlalu “panas”. Selama musim dingin di Tucson, Arizona, Profesor Andrew Gallup dan timnya meminta secara acak 80 pejalan kaki untuk melihat gambar orang menguap, kemudian mencatat apakah mereka juga menguap sebagai responnya. Mereka kemudian melakukan percobaan yang sama di musim panas.
Para peneliti menemukan bahwa setengah dari peserta menguap di musim dingin, sedangkan hanya seperempat yang menguap di musim panas. Dari penelitian ini, mereka mengatakan bahwa menguap mampu mendinginkan otak, yang pada awalnya dianggap reaksi intuitif. Tentunya, kita ingin mendinginkan otak dengan menguap lebih sering selama musim panas.
Lebih lanjut teori ini menyatakan, menguap mampu mendinginkan otak melalui pertukaran udara panas menjadi dingin yang tarik-menarik selama prosesnya. Karena itu, sistem ini tidak akan bekerja pada musim panas di mana suhu tubuh cukup tinggi.
"Menguap bisa kontraproduktif pada suhu udara yang melebihi suhu tubuh karena menarik napas di udara panas tidak akan memungkinkan terjadinya pendinginan. Harus ada 'jendela termal' atau suhu yang relatif rendah untuk Anda bisa menguap,” jelas Prof Andrew, seperti disitat Dailymail, Jumat (23/9/2011).
Dia menambahkan, hasil penelitian konsisten terhadap teori, bahkan ketika turut diperhitungkan dengan kelembapan udara, yakni ketika seseorang berada di luar ruangan dan tidur malam.
"Hampir 40 persen peserta (baik pada musim panas maupun musim dingin) menguap pada lima menit pertama berada di luar ruangan, tapi persentase yang menguap pada musim panas menurun dengan cepat, menjadi kurang dari 10 persen. Efeknya terbalik ketika musim dingin," tambah Prof Gallup tentang penelitian diterbitkan jurnal Frontiers in Evolutionary Neuroscience ini.
Ia menegaskan, penelitian ini merupakan laporan awal untuk menunjukkan bahwa frekuensi menguap bervariasi dari musim ke musim. Penelitian bisa membantu menjelaskan mengapa manusia cenderung menjadi bingung dan sulit konsentrasi dalam cuaca panas yang ekstrim. Penyebabnya, otak memiliki cara terbatas untuk dingin dengan sendirinya.
Para ilmuwan mengatakan, penelitian tersebut menambah pengetahuan dasar fisiologis dan memberikan pemahaman yang lebih baik pada banyak kondisi, salah satunya epilepsi, di mana menguap menjadi gejala umumnya.
source: okezone
0 komentar:
Posting Komentar